Dalam kamus besar bahasa
Indonesia “KBBI” Asuransi diartikan sebagai asuransi pertanggungan (perjanjian
antara dua pihak, pihak yg satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yg lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kpd pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yg
menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dng perjanjian yg dibuat)
-
Deposito asuransi atas nasabah bank yg
depositonya bernilai sangat besar;
-
Jiwa pertanggungan jiwa (tt kematian);
-
Kebakaran pertanggungan kebakaran (tt
rumah dsb yg terbakar);
-
Kecelakaan pertanggungan kecelakaan;
-
Kesehatan lembaga sosial yg bergerak di
bidang pengusahaan jaminan pelayanan kesehatan dan mengatur hak dan kewajiban
peserta;
-
Korban Perang asuransi yg mengatur jaminan
hidup orang-orang yg menderita akibat peperangan;
-
Kredit jaminan pembayaran kredit oleh
pihak ketiga (C) kpd pemberi kredit (A) apabila penerima kredit (B) tidak
melunasi utangnya;
-
Perusahaan asuransi atas jiwa seorang direktur
perusahaan, pekerja, atau pejabat penting yg polisnya dapat dibayarkan kpd
perusahaan yg mempekerjakan orang itu;
Asuransi juga diartikan sebagai istilah
yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis di mana
perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti,
kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian
yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. [2]
Prof. Wirjono
Prodjodikoro, SH
Guru Besar Hukum Perdata, mantan Ketua Mahkamah Agung RI berpendapat bahwa;
Asuransi
digunakan sebagai serapan dari assurantie (Belanda), ialah penjamin untuk penanggung dan terjamin untuk tertanggung.
Walaupun istilah dan maksudnya mempunyai kesamaan pengertian, istilah penjamin
dan terjamin lebih tepat dipakai dalam hukum perdata mengenai perjanjian
penjaminan (garantie, borgtocht, hoofdelijkheid).[3]
Asuransi
merupakan bisnis yang unik, didalamnya terdapat berbagai aspek, di antaranya
aspek ekonomi, hukum, bisnis, sosial, dan maternatik. Dilihat dari aspek
ekonomi, asunansi merupakan metode untuk mengurangi nisiko dengan jalan
memindahkannya ketidakpastian kepada hal yang bersifat flnansial[4]
Jenis
JENIS ASURANSI
Pasal. 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian
a.
Asuransi Kerugian
Perjanjian
asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian,
kehilangan, manfaat dan tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang timbul
dari peristiwa yang tidak pasti.
b.
Asuransi Jiwa
Perjanjian
asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan yang dikaitkan dengan hidup
atau meninggalnya seseorang yang di pertanggungkan.
c.
Re – Asuransi
Perjanjian
asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap resiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian di perusahaan asuransi jiwa.[5]
Prinsip –
Prinsip Asuransi SYARIAH
1.
Saling
Bertanggung Jawab
2.
Saling
Bekerja Sama (tolong menolong)
3.
Saling
melindungi dari segala penderitaan
4.
Sebab
Akibat (Proximate Cause) Maksud prinsip ini ialah untuk mencari penyebab
kerugian yang efektif dan efisien adalah unbroken
chain of events yaitu suatu rangkaian mata rantai yang tidak terputus.[6]
Dasar
Hukum dari Asuransi syariah adalah :
-
Al-Qur’an
Praktik asuransi syariah tidak disebutka
secara tegas dalam Al-Qur'an, tidak ada sebuah ayat pun secara nyata
menjelaskan tentang praktik asuransi. Al-Qur'an hanya mengakomodasi beberapa
ayat yang mempunyai muatan nilai nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi,
seperti nilai dasar tolong menolong kerja sama atau semangat untuk melakukan
proteksi terhadap peristiwa kerugian yang diderita di masa yang akan datang.
Dengan hal ini, praktik asuransi tidak dilarang dalam syariat Islam, karena
prinsip dalam praktik asuransi dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan
sesama manusia.[7]
-
Al-Hadis
Hadis Riwayat
Muslim dari Abu Harairah r.a. yang artinya: "Barangsiapa
melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah SWT akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah SWT senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.[8]
-
Undang Undang No. 2 Tahun 1992
Undang undang tentang Usaha Perasuransian
-
Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2003. tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah
Memerhatikan hasil
lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI pada tanggal 13-14 Rabiuts Tsani 1422 11/4-5
Juli 2001 M, pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada
hari Senin tanggal 15 Muharram 1422 H/9 April 2001 M, dan pendapat saran
peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada tanggal 25 Jumadil Awal 1422
H/15 Agustus 2001 dan Rajab 1422 H/17 Oktober 2001 M, maka pada tanggal 17
Oktober 2001 memutuskan dan menetapkan
Pedoman Umum Asuransi Syariah.[9]
-
Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 426 KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
-
Keputusan
Menteri Keuangan RI[10]
-
Keputusan
DirekturJenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 1499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian
dan Pembatasan, Investasi, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Sistem
Syariah[11]
-
Kitab Undang Undang Hukum Dagang[12]
-
Kitab Undang Undang Hukum Perdata[13]
PERKEMBANGAN
ASURANSI SYARIAH
Perkembangan asuransi syariah
tidak bisa lepas dari perkembangan asuransi konvensional yang sudah berkembang sejak
lama Praktik usaha yang mirip asuransi sudah dipraktikan di Italia sejak 2000
SM, dalam heberapa literatur hukum Islam bahwa ada kegiatan yang dilakukan oleh
suku bangsa Arab yang mirip dengan kegiatan asuransi yang disebut dengan
"aqilah". Aqilah adalah praktik yang biasa dilakukan oleh suku Arab
dalam hal jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku
yang lain, maka ahli waris korban pembunuhan itu akan mendapat bayaran sejumlah
uang darah (blood money) sebagai kompensasi yang diberikan oleh keluarga si
pembunuh. [14]
Perbedaan
asuransi syariah dan asuransi konvensional
- Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen, produk, serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
- Prinsip asuransi syariah adalah takafulli (tolong-menolong dan saling bantu-membantu), sedangkan prinsip asuransi konvensional (tadabuli) yakni jual beli antara nasabah dengan perusahaan.
- Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagai hasil (mudharabah). Adapun pada asuransi konvensional investasi dana dengan sistem bunga.
- Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Adapun pada asuransi konvensinal, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
- Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah dana diambil dan rekening tabarru’ seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Adapun dalam asuransi konvensional, ada pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
- Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik modal/dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Adapun dalam perusahaan konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim, nasabab tidak mendapat apa-apa.
Tujuan
Asuransi
Ada
beberapa hal yang menjadi central tujuan seseorang memilih untuk memiliki
asuransi diantaranya adalah :
1.
Pengalihan Resiko
Tertanggung menyadari bahwa adanya
ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya. Jika
bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita
kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material
atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang
atau ahli warisnya.[15]
2.
Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika terjadi
peristiwa yang menyebabkan kerugian (resiko berubah menjadi kerugian), maka
kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang
dengan jumlah asuransinya.[16]
3.
Pembayaran Santunan
Asuransi jenis ini disebut
asuransi sosial (social security insurance) dengan bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau
cacat tubuh.
4.
Kesejahteraan Anggota
Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan
akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung)
DAFTAR
PUSTAKA
-
Undang Undang No. 2 Tahun 1992 Undang undang
tentang Usaha Perasuransian
-
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
-
R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang
Undang Hukum Dagang dan Undang Undang Kepailitan, Pradnya Paramita 1999
-
Gemala Dewi, SH., LL.M, Aspek – Aspek Hukum
dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,
-
Kuat Ismanto, S.H.I., M.Ag, Asuransi Syari’ah,
Cetakan 1, Pustaka Pelajar, Februari 2009
-
Abdullah Amrin, Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan
Keuangan Syariah, PT Gramedia Widiasrama Indonesia, Jakarta 2009
-
Arus Akbar Silonde dan Wirawan B. Ilyas, pokok
pokok hukum bisnis, Salemba Empat, Jakarta 2011
-
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1999.
[3]
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi
Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1999. hal.7
[4] Abdul Manan,hukum
ekonomi syariah, hal. 239
[5] Kuat
Ismanto,Asuransi Syari’ah, Cetakan 1,
Pustaka Pelajar, Februari 2009. Hal. 35
[6]
Arus Akbar Silonde dan Wirawan B. Ilyas, pokok
pokok hukum bisnis, Salemba Empat, Jakarta 2011 hal.134
[7] Ibid. 245
surat al-Maidah (5) ayat 2 "Tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebaikan dan. takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya".
[8]
Ibid. 247
[9]
Ibid. 248
[10]
Ibid. 250
[11]
Ibid. 251
[12] R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang Undang
Hukum Dagang dan Undang Undang Kepailitan, Pradnya Paramita 1999 hal. 74.
Pasal 246 KUHD “Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada
tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu”
[13] Karena Asuransi merupakan suatu perjanjian yang harus
memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata dengan karakteristik bahwa asuransi adalah
persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
1774 KUH Perdata. Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu
perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun
bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
[14] Hokum ekonomi
syariah, hal. 241
[15]
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi
Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1999. hal.12
[16]
Ibid. 13 dalam prakteknya kerugian yang
timbul itu bersifat sebagian (partial loss) tidak semuanya berupa kerugian
total (total loss)
Komentar
Posting Komentar